Berpuasa di Penjara Israel

Makanan tidak enak dan seperti berada di kamar sauna.

Tiap muslim selalu berharap bisa berpuasa Ramadan bersama keluarga. Namun, mimpi itu sulit digapai oleh sekitar 11.000 warga Palestina yang masih mendekam di penjara-penjara Israel.

Situasi sulit seperti itu pun pernah dirasakan oleh Muhammad Totach, anggota parlemen Hamas yang tinggal di Yerusalem Timur. Rumahnya yang bersebelahan dengan kompleks Masjid Al-Aqsha membuat ia nyaman beribadah di masjid paling suci ketiga setelah Masjid Al-Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah.

Totach pernah tiga tahun berpuasa di penjara Israel. Ia ditahan bersama lebih dari 40 anggota parlemen Hamas setahun setelah kelompok yang dicap teroris itu menang pada pemilihan umum Januari 2006. Israel menangkapi legislator Hamas itu untuk memperlemah posisi mereka di parlemen. Hamas menguasai 74 dari 132 kursi di Dewan Legislatif Palestina.

Selama itu pula, ia merasakan menginap di tiga hotel prodeo berbeda di negara Zionis itu, yakni di Penjara Ar-Ramla, dekat Tel Aviv (20 bulan), Ashkelon, selatan israel (7 bulan), dan Galbua, Tabaria (1 tahun).

Tentu saja sungguh menderita menjalani Ramadan sebagai tahanan negara Zionis. Sel yang ia huni berukuran 24 meter persegi dan disi delapan orang. Kondisi sumpek itu makin pmenyiksa lantaran dua kipas angin kecil tidak mampu mengusir cuaca panas yang bisa mencapai 45-50 derajat Celcius pada siang hari.

Ruang tahanan itu juga dilengkapi satu kamar mandi dan empat ranjang besi bertingkat. “Makanannya tidak enak dam sering tidak ada rasanya,” kata Totach yang dihubungi Tempo melalui telepon selulernya kemarin. Jika pun harus memasak sendiri di dapur, ia menyebut selnya jadi seperti kamar sauna.

Alhasil, ia kerap membeli makanan dari kantin di dalam kompleks penjara untuk berbuka dan sahur. Harganya dua kali lipat ketimbang yang dijual di luar. Ia mengaku mengeluarkan 1.000 shekel atau hampir US$ 300 saban hari untuk makanan puasa.

Jadwal kunjungan keluarga pun cuma dua kali selama Ramadan, tiap dua pekan. Ketemunya juga hanya 45 menit dan dipisahkan oleh kaca pembatas. “Kami berbicara melalui telepon, tanpa bisa memeluk atau berpegangan,” ujar Totach.

Pihak keluarga juga dilarang membawa makanan. Waktu istirahatnya pun terganggug karena dalam sehari semalam harus berdiri 4-5 kali untuk diperiksa oleh sipir. Jadwal pemeriksaan juga tidak jelas. Meski begitu, Totach tetap bersemangat memanen pahal di tiap Ramadan. “Saya khatam Al-Quran satu kali saban hari,” katanya.

Meski sudah bebas dari penjara 2 Juni lalu, Totach tetap tidak bisa berkumpul dengan keluarga. Israel telah mencabut izin tinggalnya bersama tiga legislator Hamas lainnya, yakni, Muhammad Abu Tir, Ahmad Atoun, dan Khalid Abu Arafah. Bedanya, Abu Tir di penjara, sedangkan sisanya bersembunyi di kantor Komite Palang Merah Internasional di Kota Yerusalem.

Faisal Assegaf

Leave a comment